-->
Kehidupan manusia di dunia ini
dimulai saat ruhnya ditiupkan ketika janin berada dalam kandungan ibunya.
Kemudian jika dia ditakdirkan Sang Pencipta untuk hidup, maka ia akan
dilahirkan. Selanjutnya ia akan tumbuh menjadi besar untuk menghabiskan
‘sesaat’ waktunya menjalani kehidupan di atas bumi ciptaan-Nya ini. Kemudian
kehidupannya di dunia itu akan berakhir ketika dicabut ruhnya. Saat ajal
menjemputnya, itulah akhir kehidupannya di dunia yang fana (sementara / tidak
abadi) ini, namun pada saat itulah dimulai awal dari hari-hari penantiannya
yang panjang dalam kehidupannya di alam barzakh. Selanjutnya, kelak ketika
sangkakala telah diperintahkan-Nya untuk ditiupkan, dimulailah penghisaban
dirinya yang menjadi hari penentu dari kehidupan akhiratnya yang kekal dan
abadi.
Rasulullah SAW bersabda : “ Saat
manusia tumbuh menjadi besar, ada dua hal yang ikut menjadi besar bersamanya,
yakni cinta harta dan berangan-angan akan panjang usianya “. (HR. Bukhori).
Usia manusia oleh sebagian ulama
dibagi dalam empat tahapan masa kehidupannya di dunia ini, yaitu masa kecil,
masa muda, masa separuh baya, dan masa tua. Usia enam puluh tahun, disebut
sebagai usia yang sudah memasuki masa tua. Umumnya, manusia pada usia ini sudah
cenderung melemah kekuatan dan menurun daya tahan fisiknya. Usia enam puluh
tahun dapatlah dikatakan sebagai usia yang sudah berada di ambang maut, usia
yang sudah mendekati ‘pertarungan’ dengan maut.
Rasulullah SAW bersabda : “ Usia
umatku berkisar antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sedikit yang
berhasil melewatinya “. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Usman bin Affan pernah berkata
bahwa sesungguhnya Allah SWT menyukai orang yang berusia dua puluh tahun, namun
bersikap seperti orang berusia delapan puluh tahun. Dan, Allah SWT membenci
orang yang berusia enam puluh tahun, tapi bersikap seperti orang berusia dua
puluh tahun.
Rasulullah SAW bersabda : “
Manusia menjadi tua dan ada dua hal yang akan tetap muda ikut bersamanya, yakni
kecintaan mencari harta dan hasrat memperpanjang usianya “. (HR. Muslim).
Al-Qurthubi pernah menjelaskan
bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan hamba untuk hidup dan memiliki
ilmu, karena dengan itulah tercapai kesempurnaannya. Lalu Allah menimpakan
kepadanya pelbagai halangan seperti tidur, hadats, dan berkurangnya kemampuan
fisik, karena kesempurnaan sejati hanya milik Yang Maha Awal, Yang Tiada
Berawal, Yang
Maha Pencipta, Allah SWT. Kalau
seseorang bisa mengurangi tidur dengan sedikit makan dan begadang malam,
hendaknya ia mencoba melakukannya. Bodoh namanya, kalau seseorang hidup selama
enam puluh tahun tapi sepanjang malam tidur, sehingga setengah usianya habis
sia-sia. Lalu tidur lagi di siang bolong mengikuti nafsu malasnya untuk
beristirahat, habislah dua pertiga usianya. Yang tersisa baginya hanya dua
puluh tahun saja. Sungguh bodoh dan pandir, kalau seseorang menghabiskan dua
pertiga usianya hanya untuk kenikmatan semu, namun enggan menghabiskan usianya
dalam kenikmatan abadi, disisi Yang Maha Kaya, Yang Maha Sempurna, Yang Tidak
Pernah Tidak Ada, dan Yang Tidak Pernah Berbuat Zalim.
Rasulullah SAW bersabda : “ Hati
orang yang berusia lanjut akan tetap muda dalam dua hal, yakni cinta dunia dan
berangan-angan panjang “. (HR. Bukhori).
Bolehlah dikatakan usia enam
puluh tahun sebagai batas paling akhir untuk dirinya sudah memfokuskan
hari-hari di sisa kehidupannya itu kepada kekhusyukan dan kepasrahan serta
urusan akhirat dalam rangka menanti datangnya ajal. Mereka yang telah berusia
mencapai enam puluh tahun haruslah bersyukur, sebab usianya itu berarti ia
telah diberikan kelonggaran. Sesungguhnya tak banyak lagi hari yang tersisa
baginya untuk berangan-angan panjang dan mencintai dunia, karena tak berapa
lama lagi akan tercapai batas akhir dari kelonggaran usianya.
Rasulullah SAW bersabda : “
Barangsiapa yang dipanjangkan usianya hingga enam puluh tahun, berarti Allah
memberikan udzur atau kelonggaran pada usianya “. (HR. Abu Hurairah dan Ibnu
Mardawaih).
Allah SWT berfirman : “ Dan
mereka berteriak di dalam neraka itu : ‘ Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami
niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh, berlainan dengan yang telah kami
kerjakan ‘. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup
untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada
kamu pemberi
peringatan ?, maka rasakanlah
(azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun “.
(QS : Fathir : 37).
Rasulullah SAW bersabda : “
Sungguh para nabi sebelumku telah memberikan peringatan secara amat baik. Dan
sungguh, di hari kiamat nanti akan datang panggilan dari sisi Allah kepada
mereka yang berusia enam puluh tahun. Dan apakah kami tidak memanjangkan umurmu
dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah
tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan ? “. (HR. Abu Hurairah).
Allah SWT telah memberikan
kelonggaran dengan memanjangkan usianya, tentunya agar mereka yang telah
dipanjangkan usianya itu segera melaksanakan pelbagai ketaatan, amal saleh,
ibadah yang khusyuk, dan memohon rahmat-Nya untuk pengampunan atas segala
kesalahan serta dosa yang telah diperbuatnya. Semua itu demi sesuatu yang amat
dibutuhkannya di hari kefakiran kelak, ketika telah tiba hari penghisaban atas
diri
mereka.
Rasulullah SAW bersabda : “
Pertarungan maut itu berada diantara usia enam puluh tahun hingga tujuh puluh
tahun “. (HR. Bukhori).
Fudhoil bin Iyyadh pernah berkata
kepada seseorang lelaki : “ Berapa tahun usiamu ? “.
Kemudian orang itu menjawab : “
Enam puluh tahun “.
Lalu Fudhoil berkata : “ Semenjak
enam puluh tahun engkau berjalan menuju Robbmu, nyaris saja engkau sampai
tujuan “.
Lelaki itu kemudian menyahutnya :
“ Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un “.
Fudhoil lalu menanyakannya : “
Engkau mengetahui tafsir dari kalimat itu ?“.
Lelaki itu menjawabnya : “ Tolong
tafsirkan kalimat itu untukku, wahai Abu Ali “.
Fudhoil pun lalu mentafsirkannya
: “ Siapa saja yang menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah, dan bahwa dia
pasti akan berpulang kepada Robbnya, maka hendaklah ia menyadarinya bahwa ia
pasti akan berdiri dihadapan Allah. Barangsiapa yang menyadari bahwa ia akan
berdiri
dihadapan-Nya, hendaknya ia
menyadari bahwa ia harus bertanggungjawab. Siapa saja yang mengetahui bahwa ia
harus bertanggungjawab, maka hendaknya ia menyediakan jawaban untuk pertanyaan
kelak “.
Lelaki itu kemudian menanyakan :
“ Lalu, bagaimana jalan keluarnya ? ”.
Fudhoil menjawab : “ Mudah saja
“.
Lelaki itu menyahutnya : “ Mudah
itu yang bagaimana ? “.
Fudhoil menjelaskannya : “
Berbuat baiklah pada sisa usiamu, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu
yang terdahulu. Janganlah engkau berbuat keburukan pada masa yang tersisa,
karena segala perbuatanmu di masa lampau dan yang akan datang itu akan
diperhitungkan di sisi-Nya “.
Rasulullah SAW bersabda : “ Kalau
seseorang manusia meninggal dunia, amal perbuatannya terputus, kecuali tiga
hal, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak saleh yang
mendoakan orangtuanya “. (HR. Muslim).
Makna hadits ini oleh beberapa
ulama dikatakan bahwa pahala dari amalan orang yang sudah meninggal dunia akan
terputus oleh kematiannya kecuali tiga hal itu. Namun ketiganya, yaitu harta
dan ilmu serta anak, juga dapat menyebabkan dosanya masih akan terus
ditunainya. Hal itu karena hakikat penyebab dari pahala dan dosa yang
ditimbulkan dari ketiganya itu.
Harta dunia yang diwariskannya
dapat menjadi hal maslahat berupa pahala yang terus mengalir baginya di
kehidupan akhirat, jika harta yang ditinggalkannya itu memberikan manfaat bagi
kebaikan dunia menurut parameter kebaikan berdasarkan nilai-nilai agama yang
diridhoi oleh
Allah SWT. Namun justru akan
menjadi mudharat berupa dosa yang terus ditunainya di kehidupan akhirat, jika
harta yang ditinggalkannya itu telah menjadikan kemaksiatan di dunia, apalagi
jika menyebabkan pertengkaran diantara ahli warisnya. Bahkan lebih parah lagi
jika
hartanya itu malahan dijadikan
sarana berbuat kemaksiatan oleh para ahli warisnya. Oleh sebab berhati-hatilah
dengan harta dunia, ia dapat memberikan aliran pahala yang tiada terputus,
namun dapat membuahkan dosa yang mengalir tiada terputus pula. Sesungguhnya
hanya harta berupa sedekah jariyah dan wakaf yang akan menjamin kesejahteraan
kehidupan akhiratnya.
Demikan juga dengan ilmu yang
ditinggalkannya melalui pengajaran dan tulisannya. Kemanfaatan dan kemudharatan
dari ilmunya itu tentu menurut parameter manfaat dan kebaikan berdasarkan
nilai-nilai yang diridhoi Allah SWT. Tak berbeda dengan anak keturunannya
sebagai hasil didikan dan pengasuhan serta pengajarannya. Oleh sebab itu
berhati-hatilah dalam pengajaran ilmu dan pengasuhan anak. Ingatlah hanya anak
keturunan yang soleh dan solehah saja yang akan diterima doa permohonan
pengampunan bagi dosa orangtuanya, bukan doa dari anak keturunan yang tak soleh
dan tak solehah.
Imam Ahmad pernah berkata bahwa
suatu ketika Rasulullah SAW dihadapan beberapa sahabatnya bersabda : “ Maukah
kalian aku tunjukkan orang terbaik di antara kalian ? ”. Para sahabatnya
menjawab : “ Mau, wahai Rasulullah “. Selanjutnya beliau Nabi SAW bersabda : “
Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling panjang usianya dan terbaik
amalannya“.
Sungguh usia panjang itu adalah
aset berharga dan bermanfaat yang mendatangkan pahala baginya, jika usianya itu
bernilai keimanan dan kebaikan sesuai dengan kebenaran-Nya. Namun usia panjang
itu dapat merupakan kerugian tiada tara bagi dirinya yang akan mendatangkan
dosa baginya, jika disepanjang usianya itu berisikan kemaksiatan dan
kedurhakaan kepada-Nya.
Imam Bukhori dan Imam Muslim
meriwayatkan suatu doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW : “Ya Allah,
biarkanlah aku hidup kalau memang hidup ini lebih baik bagiku, dan cabutlah
nyawaku kalau memang kematian itu lebih baik bagiku “.
Anas ra meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW pernah bersabda : “ Kalau Allah menginginkan kebaikan pada diri
hamba-Nya, pasti Allah akan membuatnya beramal ”.Kemudian
para sahabatnya bertanya : “ Bagaimana Allah membuatnya beramal ? “. Rasulullah SAW menjawabnya : “ Allah akan memberinya taufik dan hidayah-Nya agar mampu beramal salih sebelum matinya “.
para sahabatnya bertanya : “ Bagaimana Allah membuatnya beramal ? “. Rasulullah SAW menjawabnya : “ Allah akan memberinya taufik dan hidayah-Nya agar mampu beramal salih sebelum matinya “.
Akhirulkalam. Bersyukurlah bagi
mereka yang diberikan kelonggaran usia oleh Allah SWT, seyogyanya usianya itu
tidak disia-siakan olehnya. Rasulullah SAW bersabda : “ Allah telah memberikan
udzur kepada seseorang dengan menangguhkan ajalnya, sehingga mencapai usia enam
puluh tahun “ (HR. Ahmad). Dan Rasulullah SAW juga bersabda : “ Sesungguhnya
amal perbuatan dinilai sesuai dengan bagian akhirnya “ (HR. Bukhori). Bagian
akhir itu adalah saat ajal menjemput kita, akan khusnul khotimah-kah akhir
hidup kita ?, Akankah disaat sakaratul maut nantinya ketika lidah di mulut kita
telah kelu maka lidah di kalbu kita ini masih akan mampu mengucapkan ‘ Laa
Illaha Ilalllah Muhammadur Rasulullah ‘ yang merupakan suatu kalimat jaminan
surga bagi kita di kehidupan akhirat kelak ?.
Tulisan ini disadur oleh NN dari
buku “ Misteri Umur 60 : Menyibak Pernik-Pernik Usia Kritis Di Ambang Maut “
yang ditulis oleh Ali bin Sa’id bin D’jam dan diterbitkan oleh Wacana Ilmiah
Press - Solo.
Hak cipta adalah milik Allah
semata.
Hak kita sebagai manusia adalah
berlomba-lomba menyebarluaskan kata-kata keb