Desa yang tampak sunyi namun dengan suasana yang tenteram, jauh dari kegaduhan bahkan penduduknyapun enggan meninggalkan desa itu karena kesuburan tanahnya dan kehidupan masyarakatnya yang sejak turun temurun akrab bergaul dengan cangkul, pada suatu ketika Anto, Agus dan Rudi berencana hendak berkemah disalah satu gunung yang terdapat didesa itu, “Mau kemana dik”, Tanya Pak Tua yang kebetulan berdagang di desa itu. “Mau berkemah Pak kegunung itu…” jawab Agus, “Hati-hati yah jangan banyak bercanda apalagi ribut-ribut…….” Ucap pak tua. “memangnya kenapa pak !” tanya Agus. “Yah maklum gunung itu masih banyak penunggunya”, jawab pak tua. “Maksud Pak Tua…..” tanya Anto sambil keheranan, “Yah masih banyak jin dan setannya, …. Angker nak…..!” jawab pak Tua sedikit agak ditekan suaranya. “….. ah jaman sudah modern begini masih percaya sama yang begitu …. “ Jawab Anto sambil berjalan meninggalkan pak Tua.
Mereka melanjutkan perjalanan. Ditengah perjalanan mereka merasa lelah, Anto mengajak temannya untuk istirahat sebentar dan merekapun memutuskan untuk beristirahat dibawah sebuah pohon besar yang sangat rindang daunnya, istirahat sambil iseng, Anto mengambil pisau belati dari dalam ranselnya dan mulai menguliti pohon besar itu dengan belatinya. Rupanya Anto hendak membuat nama di pohon besar itu, dan yang dilakukan Anto ini juga diikuti oleh Agus dan Rudi, namun ketika Rudi selesai memberi nama di pohon itu, ….. tiba-tiba saja pohon besar itu bergerak-gerak seperti digoyang-goyang oleh kekuatan besar…., “ wah pohonnya mau rubuh ….”Ujar Anto….” Lari, cepat lari, “ Agus berteriak, merekapun segera berkemas dan lari menjauh dari pohon besar itu.
Mereka melanjutkan perjalanan mendaki jalan yang penuh dengan pohon-pohon cemara, hingga maghrib merekapun masih terus berjalan …. “ Nyalakan senternya dong To, gelap nih kata Rudi “…. Namun ketika Anto hendak menyalakan senter …. Mereka semua tertegun ketika dihadapan mereka terlihat jalan besar yang dikiri kanannya diterangi lampu-lampu jalan …. “ Wah, hebat ….! … asyik ….” Anto berlari menyongsong jalan dihadapannya diikuti oleh yang lainnya ….”. hah “…. Agus, … terheran-heran melihat didepannya jalan besar itu ternyata bercabang tiga dan diterangi dengan lampu yang sangat terang. Rudi berlari kegirangan, terus berlari mengikuti jalan yang kearah kiri … “hei … Rud !, kita kan mau kegunung?!” teriak Anto, namun Rudi tidak menghiraukan dan terus berlari kegirangan, sementara Anto dan Agus bimbang untuk menentukan arah jalan mana yang harus mereka tempuh. Akhirnya Agus memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kearah kanan, karena menurut Agus ketika mereka masih dibawah, gunung yang hendak mereka dari letaknya disebelah kanan, “…. Kenapa tidak kita ikuti saja jalan lurus ini” ujar Anto ”… terserah kamu sajalah …” ucap Agus, “aku kearah kanan saja, terserah kamu mau ikuti aku atau pilih jalan sendiri “. Agus berjalan ke arah kanan sedangkan Anto yang tengah kebimbangan akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan lurus.
Mereka lupa bahwa mereka pergi bersama dengan tujuan untuk berkemah bersama-sama, sedangkan bekal yang mereka bawapun ditempatkan di ransel mereka bertiga dengan cara pengemasan yang diatur, untuk baju dan tenda di ransel Rudi, untuk makanan dan minuman di ransel Anto sedangkan untuk perlengkapan memasak dan alat-alat lainnya di ransel Agus.
Akhirnya mereka berpencar, Anto, Agus dan Rudi lupa akan tujuan mereka bersama, mereka asyik dengan perjalanannya masing-masing, bahkan mereka lupa dengan bekal mereka yang dititipkan di ransel teman lainnya. Rudi berjalan sambil bernyanyi-nyanyi, namun ditengah perjalanan Rudi tertegun keheranan, diarah sebelah kanan jauh dari jalan yang dilaluinya, Rudi melihat dua orang tengah terbungkuk ditengah sawah, seperti sedang mencari sesuatu, lalu Rudi menghampirinya namun dua orang itu seperti menjauh dan Rudi terus mengejar , namun Rudi kehilangan jejak. Suasana tampak gelap, akhirnya Rudi memutuskan untuk kembali, alangkah kagetnya Rudi ketika memandang kebelakang , jalan terang yang tadi dilaluinya menghilang, malahan ia mulai merasakan perih-perih di kakinya akibat tergores oleh duri-duri rerumputan. Akhirnya Rudi sadar bahwa jalan yang dilaluinya ternyata adalah tipuan, bahkan yang tampak samar hanya rumput berduri dan semak belukar, “…..tolong….tolooooong…..” teriak Rudi histeris, “Agus, Anto, dimana kamu… saya tersesat…”. . Diterjang rasa takut yang amat sangat, Rudi berlari-lari tak tahu arah , berusaha mengejar dua orang tadi yang tampak oleh Rudi seperti sedang mencari sesuatu ditengah sawah “…Pak….tolong….tolong. Pak saya tersesat” teriak Rudi sambil berlari terus mencari kedua orang yang dilihatnya tadi, dan akhirnya setelah jauh mencari kesana kemari, akhirnya terlihat oleh Rudi rupanya seorang Bapak dan anak yang tengah memancing belut (ngurek), “…… Pak tolong pak….saya tersesat ….” Ucap Rudi dengan napas tersengal sambil memelas bercampur rasa takut, …. Namun kedua orang itu tetap membungkuk seperti tidak menghiraukannya “…….. Pak … tolong, pak … saya …. tersesat, ……” ulang Rudi.
Akhirnya kedua orang itu secara bersamaan mengangkat kepalanya “ha….ha…ha…hantuuuuuuuuuuuuuu…” Rudi berbalik lagi berlari panik … rupanya kedua orang yang dimintai pertolongan oleh Rudi, tidak tampak wajahnya namun hanya putih rata, tidak berhidung, bermulut ataupun bermata..
**Agus yang tengah asyik dengan perjalanannya diterangi oleh lampu-lampu jalan sementara sisi kanan kirinya ditumbuhi pohon cemara dengan daun yang memantulkan cahaya lampu sehingga tampak sangat indah, Tiba-tiba ditengah perjalanan Agus melihat disebelah kiri tampak sebuah tenda dan karena didalamnya memakai lampu maka terlihat bayangan dua orang seperti tengah becakap-cakap “…halo sobat…sapa Agus….” Namun tidak ada jawaban dari dalam tenda bahkan lampunyapun dimatikan. Lalu Agus menyapa lagi …, “saya juga mau berkemah, saya mau berkenalan, nama saya Agus…tetapi rupanya tidak ada jawaban, Akhirnya Agus meninggalkan mereka dan hendak kembali kejalan terang tadi, … namun Agus bingung karena jalan terang yang dilaluinya tadi tidak nampak alias menghilang, bahkan susananyapun gelap sementara yang terlihat hanya hutan lebat yang agak temaram diterangi oleh cahaya bintang-bintang, …..Agus terkejut campur bimbang… hah…mana jalannya ya…. Agus segera berbalik kearah tenda tadi… dengan maksud untuk meminta bantuan kepada kedua orang yang didalam tenda. Hah … agus ketakutan karena yang nampak hanyalah sebuah batu besar hitam “….. tolong …” Agus berlari sambil berteriak “… tolooong …setaaaaan….” Dengan rasa panik yang luar biasa, ia terus berlari berusaha balik arah meskipun yang dilaluinya jalan berduri dan semak belukar…, namun batu besar itu terus mengikutinya, bahkan bentuknyapun berubah menjadi menyerupai dua orang bertubuh tinggi besar hitam dan bertanduk …” tolong …. Toloooooong…takut….aah…” Agus berteriak panik….. Berusaha berlari menghindar meskipun yang dilaluinya penuh dengan duri dan semak belukar…..
**Anto yang mengambil jalan lurus, berjalan tergesa sepertinya ingin tahu ada apa diujung jalan ini, “….mungkin jalan ini menuju perumahan atau bisa jadi lapangan Golf …” guman Anto, …Ia terus berjalan, namun langkah Anto berhenti karena jalan terputus dan dihadapannya terlihat seperti jurang yang didalamnya terhampar seperti lapangan namun banyak warna putih yang tersebar seperti benda-benda yang berserakan “… Apaan yah..” ucap Anto keheranan sambil mengamati .Namun yang dilihatnya masih kurang jelas karena agak jauh dari tempat Anto berpijak, Akhirnya karena hanya sampai disitu jalannya, Anto pun memutuskan untuk berbalik arah “…ah mendingan balik lagi saja…” guman Anto lagi. … Namun ketika Anto berbalik betapa herannya Ia, karena jalan yang tadi dilaluinya tidak terlihat lagi, bahkan yang nampak hanya semak berduri dan Antopun merasa kakinya perih akibat tergores duri-duri rermputan yang dilaluinya tadi. “…hah …mana jalannya yah.. kok … bisa hilang ….” Akhirnya karena takut Anto tidak jadi berbalik arah “….tolooong, toloooong……tolooong” Anto berteriak saking takutnya akhirnya Ia terperosok kedalam jurang tadi, Anto berusaha memanjat, namun tetap saja ia terperosok sampai dibawa jurang, Anto heran campur takut karena ternyata benda putih yang tadi terlihat dari atas ternyata adalah tulang belulang tengkorak manusia, dan tanpa sengaja Anto menginjak salah satu tulang…dan ….krak…. salah satu tuilang yang terinjak Anto seperti remuk… Anto membungkukan badan … dengan tengan gemetar, Ia menggeserkan tulang-tulang kerangka yang menyentuh kakinya. Namun rupanya tulang-tulang itu seperti bergerak menyatukan bagian-bagiannya dan beberapa dari bagiannya mulai menyusun dan membentuk kerangka manusia, Anto menjerit histeris saking takutnya “….toloooong …. Tolooooong ……tolooong…”, Anto berlari berusaha mencari jalan meskipun sambil menginjak tulang-tulang lainnya.. hingga akhirnya Anto menemukan jalan menanjak yang penuh rerumputan…Anto berusaha merayap… dan berhasil … lalu Anto berlari dan terus berlari sambil berteriak-teriak …”. Tolooong…. Tolooooong …. Toloooong…”
Akhirnya mereka bertiga yang tengah berlari ketakutan saling bertemui bahkan bertabrakan., Dengan napas tersengal mereka seakan tidak mampu berkata sepatah katapun..terdiam…bingung bercampur rasa takut yang amat sangat … lalu “… aduh … gimana ini …” lirih Anto, “…Lariii…teriak Agus….” Mengajak teman-temannya untuk berlari… dan merekapun berlari kearah yang menurut mereka aman, mereka tidak menghiraukan rasa perih akibat tersangkut oleh semak berduri, berlari terus berlari “… huh…h….h……”. napas mereka tersengal-sengal, hingga akhirnya mereka sampai disebuah rumah besar berwarna putih dengan pagar besi yang tinggi, namun tidak terkunci tampak suasana didalamnya terang benderang.
“Tunggu …’To”, Agus menyetop langkah Anto, “Ada apa Rud….” Tanya Agus “Hah …. Rumah Siapa yah…” Anto terheran-heran, “….Ah sudhalah ayo masuk ….” Ajak Rudi kepada teman-temannya.
Akhirnya dengan mudah mereka membuka pintu pagar yang memang seperti sengaja tidak dikunci. Mereka berebut masuk dan dengan agak tergesa, Anto menutup pintu pagar, kemudian berlari mengejar temannya yang sudah lebih dulu memasuki ruangan rumah yang ternyata pintunyapun tidak terkunci, bahkan agak terbuka sedikit, dengan tidak ragu lagi mereka memasuki ruangan yang terang benderang, terlihat dihadapan mereka sebuah ruangan dengan karpet warna merah dan ditengah-tengah ruangan berdiri tiang besar berwarna putih dengan ukiran-ukiran di sekelilingnya, segera mereka terduduk bersandar disekitar tiang besar itu, mereka sudah tidak memperhatikan kejanggalan yang ada dirumah itu, … seperti lampu penerang yang letaknya tidak terlihat ataupun siapa penghuninya. Karena kecapaian merekapun tertidur, sementara Rudi yang nampaknya masih was-was, sesekali terjaga dari tidurnya, dan hingga suatu saat …., “To…to…Gus…bangun …. Heh…bangun ….” Teriak Rudi agak berbisik namun dengan suara ketakutan….., akhirnya dengan sedikit agak enggan Anto dan Agus pun memaksakan membuka matanya…. “Ada apa Rud….” Sahut Anto dengan agak malas. “Tadi kan kita diruangan terang…..ta…tapi… kenapa sekarang jadi gelap… di….di….dimana…ini…???” lirih Anto mulai ketakutan. “Aduh…jangan….ampun….jangan….aduh….takut…” terdengar suara Agus yang sepertinya akan menangis, namun suaranya sedikit tertahan.
Mereka bertigapun memeriksa tempat mereka bersandar yang ternyata bukan tiang bangunan yang dihiasi oleh ukiran, akan tetapi adalah sebuah pohon besar yang ketika menjelang maghrib mereka sempat beristirahat, sedangkan ukirannya ternyata adalah sayatan-sayatan pisau yang telah mereka buat.
Takut bercampur panik yang amat sangat mereka berdiri namun tiba-tiba saja dari atas pohon besar itu bermunculan kepada manusia dengan rambut berurai dan leher yang memanjang, menghampiri mereka dengan mulit yang sesekali melebar seperti hendak menyantap mereka …. “Awas…. Diatas……” teriak Rudi histerik menunjuk kearah atas. “Aaah….lari….aduh ayo cepat lari….” Seru Anto dengan sangat panik.
Akhirnya mereka berhamburan melarikan diri kearah lembah …. Terus berlari hingga akhirnya mereka sampai disebuah dusun yang nampak sunyi karena penduduknya sudah terlelap. Desa yang tidak terjamah listrik dan terang benderang seperti kota, jarang penduduk yang mau begadang hingga larut malam apalagi seharian mereka telah lelah diladang.
Bimbang campur takut, mereka sibuk mencari rumah penduduk yang bisa mereka singgahi sekaligus untuk minta perlindungan, namun mereka tidak menemukan sedikitpun cahaya dari dalam rumah, akhirnya mereka terus berlari mengelilingi desa tersebut, hingga disuatu tempat yang agak mengarah kepinggiran desa, mereka melihat setitik cahaya remang-remang, dan rupanya salah satu rumah penduduk.
Merekapun bergegas menghampiri rumah salah seorang penduduk yang kebetulan diteras depan rumah tersebut seorang Tua tengah duduk sambil menghisap rokok lintingan. “Pak…..tolong…Pak “ lirih Agus sambil bersujud dihadapan orang Tua itu, serta merta diikuti oleh teman lainnya. “Bapak sudah mengira akan ada yang datang kerumah ini ….” Jawab Pak Tua agak tersenyum “Mari… masuk kedalam, diluar tidak aman….” Ajak Pak Tua. Lalu merekapun masuk kedalam dan kemudian Pak Tua membangunkan istri dan anaknya.
Pak Tua menceritakan maksud kedatangan tamu mereka kepada istri dan anaknya, kemudian Istri Pak Tua pun menyiapkan sebuah dupa dengan arang dan diberi semacam kemenyan dan mulai membakarnya, sedangkan anak lelaki Pak Tua duduk bersila didepan pintu masuk rumah itu dengan mata terpejam seperti orang tengah bertapa … “Maaf Pak, Bu… saya …eh … kami minta tolong..” Agus memelas seperti meyakinkan pemilik rumah yang tengah sibuk menyiapkan segala sesuatu. “Sudahlah nak…” jawab si Pak Tua, “… Begini saja … mulai besok anak harus menetap di rumah ini dan belajar mengaji, sembahyang agar anak tidak kosong dan yang lebih penting lagi anak akan menjadi orang yang taat beragama , karena keselamatan sesungguhnya datang dari Sang Pemilik, …pemilik seluruh alam ini, termasuk isinya, …. Dan mereka semua tidak berdaya dengan kehendak-Nya, …. Karena yang menjadikan semuanya adalah pemiliknya… yaitu Allah…paham ..nak” ucap Pak Tua. “Tapi…ba…bagaimana dengan orang Tua kami… Pak…??” jawab Anto tersendat. “ ini demi keselamatan anak, karena kalian telah mengganggu dan merusak keasrian alam ini, dan yang marah kepada anak sebetulnya adalah beberapa diantara Makhluk Allah yang merasa terusik dengan perbuatan anak tadi ketika mendaki gunung, dan mereka menuntut balas, dan yang bisa menyelematkan anak adalah anak sendiri, bapak disini hanya berniat mengusir sementara, namun dendam mereka akan terus membayangi anak meskipun anak sudah sampai dikota, tempat dimana anak tinggal…..”. “Aduh…tolong Pak… kami mau menuruti apa yang dikatakan Bapak tadi…tolooong kami ya pak…” jawab Anto lirih. “ Coba anak kemari… “ panggil si Pak Tua menyuruh mereka mengikuti “… lihatlah keluar melalui celah ini, “ ajak si Pak Tua menunjuk ke celah yang terdapat dijendela rumah itu. “Aah…”, Anto berteriak ketakutan…” aduh…aduh..duh…” Anto menangis, sementara Agus dan Rudi yang berniat mengintip akhirnya mengurungkan niatnya “…aduh…. Tolong saja kami Pak…..” lirih Agus sambil meneteskan air mata. “Tenang…” hibur Pak Tua “….Mereka tidak akan berani masuk kerumah ini, bahkan mendekat pekarangan rumah inipun mereka takut….” “Kenapa yah Pak….” Terdengar suara Anto bertanya agak sedikit keheranan campur lega perasaannya. “Pekarangan rumah ini sudah dipagari dengan kalimat Allah ….kalimatullah… dan mereka akan terbakar jika memaksa memasuki pekarangan ini” jawab Pak Tua… agak tersenyum. “Kamu lihat apaan ‘To?”…., Tanya Rudi…”.nanti sajalah…..” jawab Agus. “Mendingan kita diam dulu….” Lanjut Agus setengah berbisik.
Anto, Agus dan Rudi terdiam sambil memperhatikan istrinya Pak Tua yang sedang mengaji membacakan ayat-ayat suci Alqur’an sedangkan Pak Tua matanya yang nampak seperti tak pernah berkedip dan tajam memandang kearah jendela sesekali terdengar seperti bergumam, entah apa yang sedang diucapkannya, sementara anak lelakinya yang sejak awal duduk bersila dihadapan pintu, akhirnya bangkit dari tempat duduknya kemudian ikut bergabung dengan ayahnya dan tamunya, dan duduk bersila.
Suasana hening, sementara diluar hantu-hantu kepala gondrong dengan leher memanjang dan mulut sesekali terbuka lebar mengelilingi dan mengepung rumah itu, bergoyang-goyang seperti hendak menerkam, namun mereka seakan tahu resiko apa yang akan terjadi jika memasuki pekarangan rumah itu.
Anto, Agus dan Rudi akhirnya ikut begadang menemani Pak Tua dan keluarganya, ini harus dilakukan oleh Pak Tua hingga menjelang matahari terbit, dimana hantu-hantu itu akan menghilang bersamaan terbitnya matahari.
“Besok, pagi-pagi kita berangkat…” terdengar suara Pak Tua memecah kesunyian. “Kemana Pak…???” Tanya Anto “Kita menemui tempat-tempat dimana kalian bertemu dengan hantu tadi “ jawab Pak Tua..”Aduh..untuk apa yah..Pak”. Tanya Anto sambil menegok kearah teman-temannya yang sejak tadi diam tak bersuara… “Kita harus kesana, untuk memberikan tanda, sekaligus membentengi gerakan mereka, dan yang bisa melakukan ini tentu saja kalian….” Jawab Pak Tua. “Tapi kami takut pak…kami takut hantu itu…..” Jawab Agus memelas. . “ . Bapak akan menuntun kalian dan kalian tidak usah kuatir, jika kalian yakin…. Karena Bapak akan berdo’a memohon pertolongan dari Allah, dengan bekal itu serta keyakinan dan sedikit ilmu yang Bapak miliki Bapak akan berusaha membantu kalian….gimana nak ?” Tanya Pak Tua. “Ya…iya …Pak,, kami …eh kami akan turuti saja, kami percaya pak…” jawab Agus. Akhirnya meskipun masih penuh dengan tanda Tanya, mereka menuruti dengan apa yang diperintahkan oleh Pak Tua.
Pagi yang dingin berselimutkan kabut, kicau burung kutilang bersahutan seperti ikut menyambut pagi, sementara Pak tua terduduk di bale beranda rumahnya sambil menyantap goreng singkong, menuggu tamunya yang tengah bersiap-siap berangkat bersamanya ke tempat dimana mereka diganggu oleh hantu-hantu penuggu gunung. “ siap nak!!“ Tanya pak tua sambil beranjak meniggalkan rumah, bergegas anto dan teman-temannya mengikuti langkah pak tua.
Akhirnya mereka sampai di satu tempat dimana terdapat sebuah pohon besar tempat mereka istirahat menjelang maghrib, “ merusak pohon sebetulnya bukanlah perbuatan baik, masyarakat dikampung sini, meskipun tidak berpendidikan seperti anak, tetapi mereka tidak suka merusak, mereka menebang hanya bila perlu “ terdengar suara pak tua dengan nada datar seperti kesal melihat kulit pohon yang rusak oleh sayatan-sayatan belati yang dilakukan oleh tamunya.
“ Begini ya nak, pohon ini memang sudah tua, penduduk sini menganggap pohon ini berguna untuk berteduh karena daunnya sangat lebat “ lanjut pak tua memberikan penjelasan kepada tamunya tentang pohon tua dihadapan mereka itu. “ tapi mengapa kami diganggu oleh penuggu pohon ini pak ? “… Tanya Rudi. …”yah mereka merasa terusik dengan kedatangan kalian , apalagi selain berisik kalian juga telah merusak pohon ini “ jawab pak tua. “Begini saja supaya cepat selesai urusannya, kalian ambil tanah disekitar pohon ini, lalu kalian tutup kulit pohon yang rusak dan setelah selesai kita langsung ketempat dimana kalian melihat makhluk-mahkluk lainnya ayoo!!“ ucap pak tua , dan rudi, anto serta agus tanpa basa-basi langsung mengikuti apa yang diperintahkan oleh pak tua. Akhirnya tanpa pikir panjang lagi, mereka segera menuju ke tempat dimana mereka memulai kesenangan yang berbuah seram itu.
Dimulai dari Rudi yang berjalan ke arah kiri, dengan bimbingan pak tua itu. Diikuti dengan Anto yang menuju arah kanan dan dilanjutkan kembali oleh Agus yang menuju jalan ke arah lurus.
Dan setelah tugas mereka selelsai, akhirnya mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian sampai ke Gunung. Terlalu mengerikan untuk mencoba lagi sampai kesana.
Mereka pun pulang ke kota tempat mereka tinggal dengan segenggam kisah seram yang masih agak menghantui pikiran mereka.
Akhirnya, sampai sekarang Gunung itu masih menyimpan misteri dan cerita-cerita seram yang sulit ditemukan asal mulanya. Semua yang ingin mencoba mendaki Gunung itu pun harus mengikuti beberapa syarat dari kuncen Gunung tersebut untuk menghindari kejadian-kejadian yang tak diinginkan.
Kiriman : R. Mentari